Selamat Datang di Blog Ridha Intifadha

Ketika Taksi Online Ingin Masuk Ruas Ganjil-Genap

By ridhaintifadha

Jakarta memasuki PPKM level 1 yang diiringi dengan kembalinya kebijakan Ganjil-Genap. Namun, masyarakat belum sepenuhnya kembali mnggunakan kendaraan umum. Sedangkan, alternatif kendaraan lain masih menuai tantangan.

Jadi gini.. Dengan pengendalian pandemi dan cakupan vaksinasi yg masif, saya pribadi menilai Jakarta memang layak untuk segera memulihkan perekonomian yg sempat mengalami tekanan. Sejak PPKM level 2, kendaraan umum angkutan massal di Jakarta dapat beroperasi dg 100% kapasitasnya.

Menariknya, masyarakat belum spenuhnya kmbali mnggunakan angkutan umum perkotaan meskipun kebijakan kapasitasnya bisa sampai 100%. Data dari Dishub DKI Jakarta menyebut penumpang angkutan umum yang sempat konstan rata-rata 2 juta per hari sebelum pandemi, kini hanya kurang dari setengahnya (sekitar 800 ribu).

Saya tidak memungkiri barangkali ada faktor adaptasi kebiasaan baru: bekerja dari rumah (WFH). Sebagian masyarakat tidak perlu bekerja di kantor dan akhirnya mengurangi jumlah penumpang angkutan umum. Tapi agaknya ada faktor lain: kekhawatiran penularan COVID-19.

Setidaknya ada narasi yang berkembang di masyarakat: “Pandemi saat ini relatif terkendali, tapi tetap ada kekhawatiran potensi gelombang ketiga di akhir tahun.” Sebagian dari kita juga mungkin ‘trauma’ atas dua gelombang pandemi sebelumnya.

Dalam hal ini, Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Harya S. Dillon menyatakan: Masyarakat masih khawatir atas potensi penularan Covid-19 di transportasi umum, meski kapasitas penumpang angkutan umum sudah boleh 100% pada PPKM Level 1.

Di sisi lain, DKI Jakarta mulai kembali menerapkan kebijakan terkait mobilitas masyarakat, yaitu Ganjil-Genap. Setidaknya ada 13 ruas jalan yang diberlakukan kebijakan Ganjil-Genap hingga 15 November nanti dan arahnya secara bertahap akan kembali ke aturan awal, yaitu 26 ruas jalan.

Berdasarkan survei yang dilakukan Komunitas Konsumen Indonesia, sebagian besar masyarakat sebenarnya mengetahui dan sangat mendukung kebijakan Ganjil-Genap. Namun, masyarakat juga berupaya menyiasatinya dengan beberapa alternatif, antara lain taksi/ojek online, transportasi umum, dan motor pribadi.

Nah… Dari tiga alternatif pilihan tersebut, taksi online dianggap menjadi salah satu subtitusi yang dirasa optimal, baik dari sisi keamanan dan kenyamanan. Seperti disebutkan sebelumnya, sebagian masyarakat masih khawatir adanya potensi penularan di kendaraan umum. Di sisi lain, motor pribadi maupun ojek online mungkin dirasa kurang nyaman bagi sebagian masyarakat untuk mobilitas.

Sayangnya, taksi online memiliki tantangan untuk menjadi alternatif mobilitas masyarakat di Jakarta karena tidak termasuk pengecualian dlm kebijakan Ganjil-Genap. Seperti hari ini, saya menaiki taksi online. Di tengah perjalanan, driver tersebut curhat: ia seringkali harus menolak (cancel) permintaan penumpang karena terbentur kebijakan Ganjil-Genap. Driver ini kemudian berharap agar Taksi Online dapat melintas di ruas jalan Ganjil-Genap.

Sebenarnya Taksi Online pernah diupayakan untuk mendapatkan stiker sebagai penanda yang membedakan dengan mobil plat hitam lainnya. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan 108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Akan tetapi, aturan tersebut kemudian diuji materiil dan dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan Nomor 15 P/Hum/2018. Pemasangan stiker tidak bisa dilaksanakan karena mobil yang digunakan adalah mobil pribadi yang tidak sepenuh waktu dioperasikan sebagai taksi online.

Pemasangan stiker juga sebenarnya memiliki tantangan karena keberadaan ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) atau tilang elektronik yang fokus pada pelat mobil kendaraan, bukan pada stiker yang bisa jadi sangat kecil saat terpotret/terfoto. Lalu bisakah ada titik temu?

Solusi lain yg diajukan adalah pelat nomor khusus Sigit Irfansyah, Direktur Lalu Lintas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), mengatakan sudah bersurat ke Korlantas Polri soal penandaan Taksi Online ini. Ada wacana menggunakan pelat khusus.

Saya pribadi merasa stiker ataupun pelat khusus tsb sejatinya kurang efektif saat masuk tataran teknis. Sayapun mendiskusikan hal ini bersama sahabat saya, @gerintya. Kami sepakat bahwa titik persoalan isu ini ialah bagaimana cara identifikasi taksi online yg memudahkan petugas berwenang.

Saya teringat branding @DKIJakarta sbg Kota Kolaborasi. Pemerintah dapat mengajak setiap pengelola platform taksi online ini utk duduk bersama dan mencari solusinya. Hal sederhana yang saya pikirkan adalah integrasi sistem data untuk identifikasi taksi online yang memang sedang aktif.

Saya membayangkan petugas di lapangan cukup dengan mengetik nama pelat kendaraan untuk mengidentifikasi pertama: apakah kendaraan tsb terdaftar dalam aplikasi taksi online? dan kedua: jika terdaftar, apakah statusnya saat itu sedang aktif untuk menjemput/mengantar penumpang?

Saya juga membayangkan integrasi data tersebut juga sejatinya dapat makin menyempurnakan sistem ETLE yang tengah berjalan. Integrasi data ini juga tentu akan makin meminimalkan potensi korupsi (ataupun pemalsuan stiker/plat khusus jika itu yang diterapkan).

Gubernur DKI Jakarta @aniesbaswedan kerap menyebut kolaborasi artinya pemerintah tdk menganggap dirinya sebagai pihak paling tahu atas suatu masalah dan solusi atasnya. Pemerintah dapat mengajak seluruh pihak yang memiliki kepentingan untuk duduk bersama dan mencari titik temu solusi atas suatu tantangan.

Setidaknya pemberitaan atas kebijakan Ganjil-Genap dan Taksi Online di tengah masa pandemi COVID-19 ini mulai mengemuka. Saya berharap isu ini benar-benar bisa diselesaikan dengan tetap melibatkan seluruh pihak berkepentingan.

Isu ini juga tentu bisa menjadi pemicu untuk menyiapkan grand design sistem mobilitas masyarakat secara jangka menengah dan jangka panjang pascapandemi. Apalagi Jakarta saat ini tengah berkomitmen dlm mengurangi emisi karbon seperti ada uji emisi sampai insentif bagi kendaraan listrik.

Terkait hal ini, Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Harya S. Dillon, menyebutkan:

  • Dalam jangka pendek, kebijakan Ganjil-Genap perlu diimbangi dengan strategi untuk meningkatkan keamanan penumpang angkutan umum bertrayek.
  • Dalam jangka menengah, Ganjil-Genap sbg kebijakan pembatasan lalu lintas perlu ditingkatkan menjadi jalan berbayar elektronik dan tarif parkir berbasis zona.
  • Dalam jangka panjang, diperlukan reformasi angkutan umum tak bertrayek agar lebih berorientasi pada surplus konsumen

Sebagai pengguna aktif kendaraan umum di Jakarta, saya sangat bersyukur atas perubahan positif dari sisi integrasi dan peningkatan aksesibilitas. Semoga isu yg mengemuka kali ini dapat berbuah kebijakan yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Akhirul Kalam. Wallahu A’lam.

Sumber gambar dari unsplash